Rabu, 18 Juni 2014

KETAHANAN NASIONAL

Tujuan ketahanan nasional pada dasarnya untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (AHTG). Jadi semakin kuat ketahanan nasional suatu bangsa semakin dapat menjamin kelangsungan hidup atau survival hidup suatu bangsa dan Negara.
Oleh karena itu, sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana membangun ketahanan nasional nasional secara bottom up approach melalui pembinaan tingkat ketahanan dari mulai ketahanan nasional, ketahanan daerah, ketahanan lingkungan, ketahanan keluarga dan ketahanan pribadi.
Dengan pembangunan ketahanan nasional melalui pendekatan dari bawah maka diharapkan dapat tercapai kondisi keamanan nasional yang menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara dan sekaligus pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah.


Ketahanan Nasional dalam Era Globalisasi
Latar Belakang Ketahanan Nasional dalam Era Globalisasi
Kehidupan bangsa Indonesia di Era Globalisasi, di tandai oleh era perdagangan bebas, dimana produk dari suatu negara dengan bebas dapat masuk dan di perjualbelikan di negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan itu. Ditengah-tengah usaha itu untuk memperbaiki perekonomian, bangsa Indonesia juga ditantang untuk berjuang menempatkan bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa lain. Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu memiliki rasa bangga terhadap produk dalam negeri. Kita harus sadar dan bangga bahwa produksi dalam negeri tidak kalah dengan produksi luar negeri.
Di era globalisasi ini persaingan begitu ketat dan tajam pada semua aspek kehidupan. Dibidang ideologi, kehancuran komunisme di Eropa Timur memungkinkan liberalisme – kapitalisme mendominasi dunia. Di bidang politik, pengaruh negara-negara besar sulit di elakan. Dibidang ekonomi, perdagangan bebas menyebabkan produksi lokal terpental. Di bidang sosial budaya, pola hidup dan budaya hedonistic (maunya enak, senang saja) mewarnai semua lapisan dan lingkungan masyarakat. Sedangkan dibidang pertahanan dan keamanan penguasaan teknologi persenjataan bukan lagi jaminan keamanan melainkan cenderung sebagai ancaman.
Dalam kondisi seperti itu, maka hanya orang, masyarakat bangsa dan negara yang memiliki kualitas sajalah yang berpeluang memenangkan persaingan tersebut dan kunci untuk mencapai itu adalah sumber daya manusia yang berkualitas dan di dukung oleh teguhnya pendirian, loyal pada bangsa dan negara. Terikat pada tekad, cinta pada tugas, dan semua itu dilakukan sebagai wujud cinta pada tanah air.
Upaya Pemerintah menghadapi Era Globalisasi dan perkembangan IPTEK 
Dalam menghadapi globalisasi dan perkembangan IPTEK, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan seperti termuat dalam GBHN sebagai berikut :
Bidang Ekonomi
Kebijakan bidang ekonomi dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai berikut :
• Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata, serta industri kecil serta kerajinan rakyat.
• Mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka meningkatkan Persaingan global dengan membuka aksesibilitas yang sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat, dan seluruh daerah melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber daya manusia dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan.
Bidang Politik
Kebijakan bidang politik dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai berikut :
• Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antar negara berkembang mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
• Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, AFEC dan WTO.
• Memperkuat kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan khususnya di luar negeri dalam rangka memperjuangkan kepentingan Nasional di Forum Internasional.
Bidang Agama
Kebijakan bidang Agama dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai berikut :
• Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama, sehingga lebih terpadu dan integral dengan sistem pendidikan nasional dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
• Meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi dampak perubahan yang terjadi dalam semua aspek kehidupan untuk memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa, serta memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bidang Pendidikan 
Kebijakan bidang Pendidikan dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi dan perkembangan IPTEK antara lain :
• Meningkatkan kemampuan akademik dan kesejahteraan tenaga kependidikan sebagai tenaga kependidikan sebagai tenaga pendidikan mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga pendidikan.
• Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Bidang Sosial Budaya 
Kebijakan bidang sosial budaya dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi dan perkembangan IPTEK sebagai berikut :
• Mengembangkan dan membina kebudayaan Nasional bangsa Indonesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-nilai universal, termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara.
• Memberantas secara sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada produsen, pengedar dan pemakai.
• Melindungi segenap generasi muda dari bahaya destruktif, terutama bahaya penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang dan narkotika lainnya melalui gerakan pemberantasan dan peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkotika.
Membangun Masyarakat Indonesia Modern Sesuai Budaya Bangsa
Kemerdekaan memberikan kesempatan kepada bangsa kita untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya. Dengan berpedoman pada Pancasila, bangsa Indonesia membangun masyarakat Indonesia modern sesuai budaya bangsa.

Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya asing, maju dan sejahtera, dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, Bertakwa, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai IPTEK serta berdisiplin.
Dalam visi GBHN 1999 menunjukkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan menjadi ukuran segala upaya pemodernan masyarakat. Keberhasilan pembangunan senantiasa harus dinilai berdasarkan kenyataan sejauh mana proses dan juga hasil-hasil pembangunan telah mengangkat martabat manusia Indonesia. Martabat manusia hendaklah menjadi ukuran terhadap keberhasilan gerak pembangunan, namun ironisnya kadang-kadang atas nama modernitas pembangunan tidak jarang justru diwarnai dengan tindakan-tindakan yang tidak memanusiakan manusia, misalnya :
• Perlakuan sewenang-wenang terhadap buruh dan rakyat kecil
• Penggusuran permukiman penduduk secara paksa demi mendirikan bangunan prestisius.
• Tindak kekerasan
• Pencemaran lingkungan
• Penyelewengan pemanfaatan teknologi
• Upaya mendorong masyarakat bersikap materialistik dan hedonistic melalui berbagai iklim
Itulah kenyataan yang sebenarnya, terwujudnya masyarakat Indonesia yang modern dan manusiawi harus terus diperjuangkan. Dengan berbekal kemampuan IPTEK yang tangguh serta wawasan kemanusiaan yang luas kita siap menapaki era globalisasi dan kemajuan IPTEK menuju masyarakat Indonesia yang manusiawi.
Kehidupan yang Diharapkan dalam Pembangunan di Era Globalisasi
Kehidupan yang diharapkan dalam Era Globalisasi
Ketika pembangunan kita memasuki era globalisasi diperkirakan kita hidup dalam suasana penuh persaingan, perdagangan bebas, dan hubungan antar bangsa yang semakin terbuka. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang dan memadai. Dengan demikian, gambaran kehidupan yang sesuai dengan era itu antara lain sebagai berikut :
• Kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, antara lain tercermin dari kemampuan profesionalismenya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
• Semakin handalnya sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari dalam negeri yang berarti semakin kecil ketergantungan pada sumber pembiayaan dari luar negeri.
• Kemampuan untuk memenuhi sendiri kebutuhan yang paling pokok agar tidak menimbulkan berbagai keraguan.
• Ketahanan ekonomi yang tangguh dan memiliki daya saing tinggi.
• Etos kerja dan disiplin masyarakat yang tinggi.
Selain itu, perlu diperhatikan juga situasi internasional. Baik situasi politik, ekonomi, maupun keamanan. Karena hal itu akan dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan kita baik langsung ataupun tidak langsung. Dan pada akhirnya akan dapat mengganggu tercapainya sasaran pembangunan nasional. 

1. Perobahan peradaban.Ada satu ungkapan yang perlu disimak bahwa “hampir setiap orang senantiasa mengamati dan mencermati perubahan cepat peradaban dunia ini, tetapi hanya sedikit diantara mereka yang memperhatikan perubahan pada dirinya sendiri”. “Every body thing of the world change, but they never mind of theirs own changes”. 
Berbicara tentang Nasionalisme tentu tidak terlepas dengan hal ikhwal yang berkaitan dengan jati diri bangsa itu sendiri. Faham tentang kebangsaan secara ideologis akan mengikat komunitas suatu masyarakat yang membangsa dan menegara dengan ciri-ciri dan identitas khas bangsa tersebut. Jati diri ke-Indonesiaan itu harus dipertahankan sebagai nilai-nilai budaya dan peradaban yang bersumber dari tanah air sendiri yang membuat bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang mudah terapung diatas gelombang arus dan buihnya perubahan dunia.
Banyak pakar menilai bahwa globalisasi itu adalah suatu proses yang misterius, bahkan teka-teki yang dapat memancing diskusi berkepanjangan. Prof. George Lodge dari Harvard Business School menilai “tidak satupun pakar didunia ini mampu memprediksi arah globalisasi, kecuali ia utusan dari langit”.
Bagaimana tidak misterius bila suatu bangsa selalu mendapat kejutan peristiwa yang berdampak luas baik dalam lingkungan lokal, regional maupun internasional.
Mungkin kita terkejut beberapa waktu lalu para buruh pabrik produk elektronik Sony di Jakarta mendadak terkena PHK dan kemudian perusahaan itu hengkang (relokasi industrinya) ke luar Indonesia. Di bagian lain sekian banyak karyawan PT. Indosat berdemo karena sebagian besar saham Indosat dijual kepada Perusahaan Singapura. Begitu pula soal pencabutan subsidi BBM, melonjaknya harga minyak mentah dunia, mahalnya “power supply” listrik, dan lain-lain menjadi lebih menyedihkan. Peristiwa aktual penyerangan AS dan Inggris ke Irak, rencana “preemtive strike” Jepang kepada silo-silo rudal di Korea Utara, membuat peristiwa demi peristiwa silih berganti dan mengejutkan dunia. Semua itu adalah fenomena sosial maupun politik yang terus berubah, baik di lingkungan dekat kita maupun yang jauh disana.
Fenomena sosial yang mencuat yakni tumbuhnya sifat inter-koneksitas, inter-dependensi antar bangsa dan sifat-sifat saling mempengaruhi kian lama makin menguat. Tidak bisa dalam suatu peristiwa maupun tragedi hanya dirasakan bangsa sendiri, paling tidak akan terjadi transparansi dan dengan wahana multi media, maka tersebarlah peristiwa itu ke seluruh pelosok dunia.
Dikatakan teka-teki karena sukar diprediksi. Berbagai antisipasi yang dilakukan suatu bangsa menghadapi perkembangan politik, ekonomi, budaya dan keamanan cenderung meleset. Isu sentral tentang Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi dan lingkungan hidup yang dulu dipelopori oleh bangsa-bangsa barat/Eropa dengan menempatkan dirinya seolah-olah sebagai negara maju, kampiun HAM dan demokrasi, ternyata di awal abad 21 ini semuanya memudar dan diingkari sendiri. Contoh aktual adalah serangan AS – Inggris dan sekutunya yang memerangi Irak, yang cenderung tidak mengenal batas-batas perikemanusiaan.
Invasi AS dan sekutunya ke Irak, sama sekali tidak berlandaskan hukum internasional (ilegal) tidak mematuhi seruan PBB, tidak mendengar unjuk rasa dan demonstrasi di berbagai belahan bumi ini, yang menentang agresinya ke Irak. Sebagai pertanda bahwa adikuasa telah merasa “hyper power” yang menerapkan hukum rimba dengan leluasa, tidak lagi memperhatikan dan menghormati HAM dan menghancurkan negara berdaulat. Pada sisi lain terjadi “ironi demokratisasi” sementara orang berpikir dan berharap banyak tentang nuansa demokrasi yang serba sehat, bebas dan dijamin hak asasinya, tetapi nyatanya tidak membuat masyarakat menjadi sejahtera dan tenteram hidupnya.
Para pengamat politik mengartikulasikan demokrasi, ada dua konotasi, pertama bahwa demokrasi sebagai suatu sistem yang menjamin kebebasan lewat berbagai mekanisme politik, dan kedua, demokrasi sebagai budaya politik yang berdasarkan pada kehidupan plural (pluralisme) (Kompas, 01 April 2003). Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan. Pada kalimat terakhir itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi kepentingan kelompok/partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya penguasaan bangsa. Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya mendapat perhatian dan kesejahteraan.
2. Dampak Globalisasi terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia.
Dari aspek ideologi, Pancasila yang merupakan “way of life” bangsa Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius, bukan saja orang enggan bicara tentang Pancasila, tetapi justru nilai-nilai yang terkandung didalamnya nyaris tidak lagi dihayati dan diamalkan. Mungkin hal ini adalah akibat dan sikap traumatis dari pengalaman masa lalu, atau dapat pula karena terlahir generasi baru yang telah menganggap bahwa Pancasila sudah tidak bermakna lagi.
Distorsi pemahaman dan implementasi yang terjadi saat ini, dapat kita amati fenomenanya antara lain :
• Terjadinya kemerosotan (dekadensi) moral, watak, mental dan perilaku/ etika hidup bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda.
• Gaya hidup yang Hedonistik, materialistik konsumtif dan cenderung melahirkan sifat ketamakan atau keserakahan, serta mengarah pada sifat dan sikap individualistik.
• Timbulnya gejala politik yang berorientasi kepada kekuatan, kekuasaan dan kekerasan, sehingga hukum sulit ditegakkan.
• Persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, beda pendapat yang berujung bermusuhan, anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung anarkhis.
• Birokrasi pemerintahan terlihat semakin arogan berlebihan, cenderung KKN dan sukar menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. Pemberan-tasan korupsi yang berakar pada birokrasi ini yang terasakan amat sulit karena telah membudaya.
Perkembangan sistem politik di Indonesia menunjukkan tatanan yang makin amburadul, walaupun orang berkilah karena dianggap masih masa transisi, sehingga apapun yang terjadi di tengah masyarakat ini dianggap pula wajar. Tetapi sebenarnya sistem politik kita cenderung mengarah kepada ketidak serasian dan perpecahan bangsa. Pengertian kedaulatan di tangan rakyat makin disalah artikan, sehingga tumbuh menjamurnya berbagai partai politik yang pernah tercatat hingga lebih dari 100 partai akan menyulitkan untuk melaksanakan Pemilu. Kepemimpinan nasional yang kurang berwibawa dalam menghadapi masalah-masalah besar, ditambah pula kondisi birokrasi pemerintahan yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, menjadikan keberadaan pemerintah menghadapi cercaan masyarakat. Dinilai tidak mampu mengendalikan mekanisme kerja jajarannya dan mungkin pada gilirannya nanti bisa menjadi “lumpuh”. Budaya politik yang melahirkan primordialisme sempit dan khususnya bagi partai yang berkuasa hanya berorientasi pada kekuasaan dan pemaksaan kehendak, maka mereka tidak pernah lagi memikirkan nasib rakyat secara keseluruhan. Selama lima tahun berkuasa dapat diamati bahwa kemakmuran dan kesejahteraan hanya ada pada partai yang berkuasa itu, sambil terus mengupayakan agar bagaimana dapat memenangkan Pemilu berikutnya dan merebut kekuasaan lagi.
Pada aspek ekonomi, boleh disoroti bahwa selama “era reformasi” ini apakah pemerintah telah mampu meletakkan dasar-dasar dan landasan pembangunan ekonomi yang kuat ? Dengan masih dirasakan terjadinya fluktuasi moneter, tidak adanya tambahan investasi, kecilnya minat asing untuk menanamkan modal di Indonesia dan belum bangkitnya sektor riil, akan semakin mempersempit peluang kerja, meluasnya gejala PHK, tidak tertampungnya angkatan kerja baru dan lengkap sudah kemiskinan, pengangguran dan kebodohan menimpa rakyat kita.
Kecenderungan akselerasi perekonomian global yang bebas menembus batas negara, melalui banjirnya produk, jasa, dana dan informasi ke berbagai pelosok dunia, menjadikan Indonesia hanya sebagai sasaran dan arena pemasaran. Sementara produk dalam negeri mengalami kelesuan sulit menembus pasar di luar negeri. Produk-produk luar negeri dengan kualitas yang baik dan harga yang relatif murah, terus masuk dengan dilandasi komitmen “free trade”. Kondisi ekonomi yang melanda Indonesia saat ini juga disebabkan oleh iklim politik, penegakan hukum, dan keamanan yang tidak menunjang. Stabilitas nasional selalu terganggu, keamanan usaha tidak terlindungi, akibatnya produktivitas anjlok.
Pada bagian lain, terutama aspek sosial budaya dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama pada bidang komunikasi, transportasi dan informasi telah merubah paradigma sosial begitu cepat, khususnya aspek budaya. Meluasnya masyarakat majemuk yang sangat heterogen, baik dari segi suku, agama, adat istiadat, kebiasaan dan perilakunya. Walaupun ada segi positifnya, namun tidak sedikit akibat negatif yang ditimbulkan. Kecenderungan pelanggaran hak asasi manusia, sulitnya orang mencari keadilan, kriminalitas yang berkadar tinggi, serta kebringasan sosial yang seringkali sulit dikendalikan semua itu menunjukkan bahwa kita belum mampu mengendalikan perobahan tersebut. Perobahan sosial berikutnya bahwa pluralitas tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi dimasa yang akan datang kemajemukan itu ditandai dengan adanya sinergi dari peran, fungsi dan profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga kontribusi profesi individu/kelompok itulah yang akan mendapat tempat dimanapun mereka berprestasi.
Pembangunan pendidikan di semua strata/level belum menghasilkan lulusan yang optimal baik dari segi penguasaan ilmu dan keterampilan maupun budi pekerti mereka. Polemik yang berkembang sekarang adalah soal anggaran pembangunan pendidikan yang terlalu kecil. Minimnya sarana, prasarana dan degradasi kualitas tenaga pengajar. Belum lagi perobahan kurikulum dan tentang kesejahteraan guru atau dosen.


Di bidang keamanan, masih sangat memprihatinkan. Sebagai “limbah” dari berbagai permasalahan hidup, maka derajat kriminalitas sekarang ini sangat “menakutkan”, mengganggu ketentraman dan kenyamanan hidup bermasyarakat. Kasus-kasus kriminal yang berkembang saat ini justru sudah tidak lagi memperhatikan hak asasi manusia dan naluri kemanusiaan. Kejahatan yang dilakukan oleh manusia sudah tidak seuai dengan harkat kemanusiaan itu sendiri.
3. Esensi Nasionalisme Indonesia yang harus Dipertahankan.
Sesungguhnya nilai-nilai nasionalisme (faham tentang kebangsaan) itu bersumber dari sosio-kultural bangsa dan bumi Indonesia. Sekalipun akan mengalami interaksi dengan dunia luar dalam era globalisasi, tetapi hakekatnya tidak boleh berubah. Seperti halnya nilai-nilai Pancasila sebagai esensi pertama, secara intrinsik tidak akan berubah, apalagi hal itu memiliki nilai-nilai mendasar dan sebagai “way of life” bangsa Indonesia, serta sebagai dasar Negara Republik Indonesia akan tetap dapat dipertahankan. Sekalipun saat ini mengalami pasang surut dan mungkin sedikit “memudar” sifatnya tentu sementara.
Esensi kedua adalah UUD’ 45 sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, akan tetap menjadi kaidah utama. Kita sadari dan di implementasi-kan bahwa untuk menata negara dan masyarakat diperlukan berbagai undang-undang dan peraturan yang tentunya harus bersumber pada Undang-Undang Dasar ini. Faham kebangsaan kita menyadari dengan sepenuhnya, bahwa semua tata kehidupan bangsa, harus telah tertuang dan teratur didalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar tersebut. Hal ini sekaligus merupakan komitmen kita bersama dalam mendirikan Negara Republik Indonesia.
Esensi ketiga adalah Rasa cinta tanah air dan rela berkorban. Sebagai bangsa yang merdeka karena perjuangan melawan penjajah dan telah mengorbankan jiwa raga beribu-ribu pahlawan bangsa, maka rasa kebangsaan kita harus dilandasi oleh tekad dan semangat terus berupaya mencintai tanah air Indonesia dengan segala isi yang terkandung didalamnya sepanjang masa. Karena hanya dengan rasa cinta tanah air, bangsa ini akan tetap utuh dan akan rela berkorban pula bagi kejayaan bangsa dan Negaranya. Sekalipun “hujan emas” di negeri orang tentu tidak seindah hidup di negeri sendiri, walaupun serba menghadapi kesulitan dan kemiskinan.
Esensi keempat adalah rasa persatuan dan kesatuan bangsa didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini yang sekarang terkoyak-koyak dan nyaris menghadapi disintegrasi. Pengaruh globalisasi sangat besar, eforia-reformasi, telah membuat bangsa Indonesia hampir-hampir kehilangan arah dan tujuan. Ide sparatisme dan upaya-upaya memisahkan diri dari NKRI oleh beberapa daerah, adalah contoh nyata yang perlu kita cegah. Kalau ide tersebut dibiarkan berkembang maka Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami ancaman yang serius. Sudah tentu hal tersebut mengingkari akar nilai-nilai persatuan dan kesatuan, yang telah dirintis oleh para pendahulu Republik ini.
Esensi kelima tentang wawasan kebangsaan yang bersumber dari wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional hendaknya terus dapat melekat pada hati dan dihayati sepenuhnya oleh warga Negara Indonesia, sehingga tertanam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang sarwa Nusantara, merangkul semua kepentingan dan mengarahkan pada cita-cita dan tujuan pembangunan Nasional.
Yang terakhir adalah disiplin nasional. Bangsa yang ingin maju dan mandiri harus memiliki disiplin nasional yang tinggi. Nasionalisme berakar pula pada budaya disiplin bangsa tersebut. Justru antara disiplin nasional dan nasionalisme, merupakan dua sisi mata uang yang saling berpengaruh. Makna dan esensi disiplin nasional akan terlihat pada disiplin para penyelenggara Negara, tertib dan lancarnya pelayanan masyarakat, serta dalam berbagai kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar