TUJUAN KETAHANAN NASIONAL
Tujuan ketahanan
nasional pada dasarnya untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan
gangguan (AHTG). Jadi semakin kuat ketahanan nasional suatu bangsa semakin
dapat menjamin kelangsungan hidup atau survival hidup suatu bangsa dan Negara.
Oleh karena itu,
sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana membangun ketahanan nasional nasional
secara bottom up approach melalui pembinaan tingkat ketahanan dari mulai
ketahanan nasional, ketahanan daerah, ketahanan lingkungan, ketahanan keluarga
dan ketahanan pribadi.
Dengan pembangunan
ketahanan nasional melalui pendekatan dari bawah maka diharapkan dapat tercapai
kondisi keamanan nasional yang menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara
dan sekaligus pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah.
Ketahanan Nasional dalam
Era Globalisasi
Latar Belakang Ketahanan
Nasional dalam Era Globalisasi
Kehidupan bangsa
Indonesia di Era Globalisasi, di tandai oleh era perdagangan bebas, dimana
produk dari suatu negara dengan bebas dapat masuk dan di perjualbelikan di
negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk
mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia
juga tidak terlepas dari tantangan itu. Ditengah-tengah usaha itu untuk
memperbaiki perekonomian, bangsa Indonesia juga ditantang untuk berjuang
menempatkan bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa lain. Oleh karena itu kita
sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu memiliki rasa bangga terhadap
produk dalam negeri. Kita harus sadar dan bangga bahwa produksi dalam negeri
tidak kalah dengan produksi luar negeri.
Di era globalisasi ini
persaingan begitu ketat dan tajam pada semua aspek kehidupan. Dibidang
ideologi, kehancuran komunisme di Eropa Timur memungkinkan liberalisme –
kapitalisme mendominasi dunia. Di bidang politik, pengaruh negara-negara besar
sulit di elakan. Dibidang ekonomi, perdagangan bebas menyebabkan produksi lokal
terpental. Di bidang sosial budaya, pola hidup dan budaya hedonistic (maunya
enak, senang saja) mewarnai semua lapisan dan lingkungan masyarakat. Sedangkan
dibidang pertahanan dan keamanan penguasaan teknologi persenjataan bukan lagi
jaminan keamanan melainkan cenderung sebagai ancaman.
Dalam kondisi seperti
itu, maka hanya orang, masyarakat bangsa dan negara yang memiliki kualitas
sajalah yang berpeluang memenangkan persaingan tersebut dan kunci untuk
mencapai itu adalah sumber daya manusia yang berkualitas dan di dukung oleh
teguhnya pendirian, loyal pada bangsa dan negara. Terikat pada tekad, cinta
pada tugas, dan semua itu dilakukan sebagai wujud cinta pada tanah air.
Upaya Pemerintah
menghadapi Era Globalisasi dan perkembangan IPTEK
Dalam menghadapi
globalisasi dan perkembangan IPTEK, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan
seperti termuat dalam GBHN sebagai berikut :
Bidang Ekonomi
Kebijakan bidang ekonomi
dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai berikut :
• Mengembangkan
perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan
membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai
negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap
daerah terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan,
pariwisata, serta industri kecil serta kerajinan rakyat.
• Mengembangkan
kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka meningkatkan
Persaingan global dengan membuka aksesibilitas yang sama terhadap kesempatan
kerja dan berusaha bagi segenap rakyat, dan seluruh daerah melalui keunggulan
kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber daya manusia dengan menghapus
segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan.
Bidang Politik
Kebijakan bidang politik
dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai berikut :
• Menegaskan arah
politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada
kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antar negara berkembang
mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala
bentuk, serta kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
• Meningkatkan kesiapan
Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama
dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, AFEC dan WTO.
• Memperkuat
kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan khususnya di
luar negeri dalam rangka memperjuangkan kepentingan Nasional di Forum
Internasional.
Bidang Agama
Kebijakan bidang Agama
dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai berikut :
• Meningkatkan kualitas
pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama, sehingga lebih
terpadu dan integral dengan sistem pendidikan nasional dengan didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai.
• Meningkatkan peran dan
fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi dampak perubahan yang
terjadi dalam semua aspek kehidupan untuk memperkokoh jati diri dan kepribadian
bangsa, serta memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Bidang Pendidikan
Kebijakan bidang
Pendidikan dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi dan perkembangan IPTEK
antara lain :
• Meningkatkan kemampuan
akademik dan kesejahteraan tenaga kependidikan sebagai tenaga kependidikan
sebagai tenaga pendidikan mampu berfungsi secara optimal terutama dalam
peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa
lembaga dan tenaga pendidikan.
• Meningkatkan kualitas
lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah
untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Bidang Sosial
Budaya
Kebijakan bidang sosial
budaya dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi dan perkembangan IPTEK
sebagai berikut :
• Mengembangkan dan
membina kebudayaan Nasional bangsa Indonesia yang bersumber dari warisan budaya
leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-nilai universal, termasuk
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya
kerukunan hidup bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara.
• Memberantas secara
sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang
dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada produsen, pengedar dan
pemakai.
• Melindungi segenap
generasi muda dari bahaya destruktif, terutama bahaya penyalahgunaan narkotika,
obat-obatan terlarang dan narkotika lainnya melalui gerakan pemberantasan dan
peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkotika.
Membangun Masyarakat
Indonesia Modern Sesuai Budaya Bangsa
Kemerdekaan memberikan
kesempatan kepada bangsa kita untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu membangun
manusia Indonesia seutuhnya. Dengan berpedoman pada Pancasila, bangsa Indonesia
membangun masyarakat Indonesia modern sesuai budaya bangsa.
Terwujudnya masyarakat
Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya asing, maju dan
sejahtera, dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh
manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, Bertakwa, cinta tanah air,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai IPTEK serta berdisiplin.
Dalam visi GBHN 1999
menunjukkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan menjadi ukuran segala upaya
pemodernan masyarakat. Keberhasilan pembangunan senantiasa harus dinilai
berdasarkan kenyataan sejauh mana proses dan juga hasil-hasil pembangunan telah
mengangkat martabat manusia Indonesia. Martabat manusia hendaklah menjadi
ukuran terhadap keberhasilan gerak pembangunan, namun ironisnya kadang-kadang
atas nama modernitas pembangunan tidak jarang justru diwarnai dengan
tindakan-tindakan yang tidak memanusiakan manusia, misalnya :
• Perlakuan
sewenang-wenang terhadap buruh dan rakyat kecil
• Penggusuran permukiman
penduduk secara paksa demi mendirikan bangunan prestisius.
• Tindak kekerasan
• Pencemaran lingkungan
• Penyelewengan
pemanfaatan teknologi
• Upaya mendorong
masyarakat bersikap materialistik dan hedonistic melalui berbagai iklim
Itulah kenyataan yang
sebenarnya, terwujudnya masyarakat Indonesia yang modern dan manusiawi harus
terus diperjuangkan. Dengan berbekal kemampuan IPTEK yang tangguh serta wawasan
kemanusiaan yang luas kita siap menapaki era globalisasi dan kemajuan IPTEK
menuju masyarakat Indonesia yang manusiawi.
Kehidupan yang
Diharapkan dalam Pembangunan di Era Globalisasi
Kehidupan yang
diharapkan dalam Era Globalisasi
Ketika pembangunan kita
memasuki era globalisasi diperkirakan kita hidup dalam suasana penuh
persaingan, perdagangan bebas, dan hubungan antar bangsa yang semakin terbuka.
Untuk itu diperlukan persiapan yang matang dan memadai. Dengan demikian,
gambaran kehidupan yang sesuai dengan era itu antara lain sebagai berikut :
• Kualitas sumberdaya
manusia yang tinggi, antara lain tercermin dari kemampuan profesionalismenya
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
• Semakin handalnya
sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari dalam negeri yang berarti
semakin kecil ketergantungan pada sumber pembiayaan dari luar negeri.
• Kemampuan untuk
memenuhi sendiri kebutuhan yang paling pokok agar tidak menimbulkan berbagai
keraguan.
• Ketahanan ekonomi yang
tangguh dan memiliki daya saing tinggi.
• Etos kerja dan
disiplin masyarakat yang tinggi.
Selain itu, perlu
diperhatikan juga situasi internasional. Baik situasi politik, ekonomi, maupun
keamanan. Karena hal itu akan dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan kita
baik langsung ataupun tidak langsung. Dan pada akhirnya akan dapat mengganggu
tercapainya sasaran pembangunan nasional.
1. Perobahan
peradaban.Ada satu ungkapan yang perlu disimak bahwa “hampir setiap orang
senantiasa mengamati dan mencermati perubahan cepat peradaban dunia ini, tetapi
hanya sedikit diantara mereka yang memperhatikan perubahan pada dirinya
sendiri”. “Every body thing of the world change, but they never mind of theirs
own changes”.
Berbicara tentang
Nasionalisme tentu tidak terlepas dengan hal ikhwal yang berkaitan dengan jati
diri bangsa itu sendiri. Faham tentang kebangsaan secara ideologis akan
mengikat komunitas suatu masyarakat yang membangsa dan menegara dengan
ciri-ciri dan identitas khas bangsa tersebut. Jati diri ke-Indonesiaan itu
harus dipertahankan sebagai nilai-nilai budaya dan peradaban yang bersumber
dari tanah air sendiri yang membuat bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang
mudah terapung diatas gelombang arus dan buihnya perubahan dunia.
Banyak pakar menilai
bahwa globalisasi itu adalah suatu proses yang misterius, bahkan teka-teki yang
dapat memancing diskusi berkepanjangan. Prof. George Lodge dari Harvard
Business School menilai “tidak satupun pakar didunia ini mampu memprediksi arah
globalisasi, kecuali ia utusan dari langit”.
Bagaimana tidak misterius
bila suatu bangsa selalu mendapat kejutan peristiwa yang berdampak luas baik
dalam lingkungan lokal, regional maupun internasional.
Mungkin kita terkejut
beberapa waktu lalu para buruh pabrik produk elektronik Sony di Jakarta
mendadak terkena PHK dan kemudian perusahaan itu hengkang (relokasi
industrinya) ke luar Indonesia. Di bagian lain sekian banyak karyawan PT.
Indosat berdemo karena sebagian besar saham Indosat dijual kepada Perusahaan
Singapura. Begitu pula soal pencabutan subsidi BBM, melonjaknya harga minyak
mentah dunia, mahalnya “power supply” listrik, dan lain-lain menjadi lebih
menyedihkan. Peristiwa aktual penyerangan AS dan Inggris ke Irak, rencana
“preemtive strike” Jepang kepada silo-silo rudal di Korea Utara, membuat
peristiwa demi peristiwa silih berganti dan mengejutkan dunia. Semua itu adalah
fenomena sosial maupun politik yang terus berubah, baik di lingkungan dekat
kita maupun yang jauh disana.
Fenomena sosial yang
mencuat yakni tumbuhnya sifat inter-koneksitas, inter-dependensi antar bangsa
dan sifat-sifat saling mempengaruhi kian lama makin menguat. Tidak bisa dalam
suatu peristiwa maupun tragedi hanya dirasakan bangsa sendiri, paling tidak
akan terjadi transparansi dan dengan wahana multi media, maka tersebarlah
peristiwa itu ke seluruh pelosok dunia.
Dikatakan teka-teki
karena sukar diprediksi. Berbagai antisipasi yang dilakukan suatu bangsa
menghadapi perkembangan politik, ekonomi, budaya dan keamanan cenderung
meleset. Isu sentral tentang Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi dan
lingkungan hidup yang dulu dipelopori oleh bangsa-bangsa barat/Eropa dengan
menempatkan dirinya seolah-olah sebagai negara maju, kampiun HAM dan demokrasi,
ternyata di awal abad 21 ini semuanya memudar dan diingkari sendiri. Contoh
aktual adalah serangan AS – Inggris dan sekutunya yang memerangi Irak, yang
cenderung tidak mengenal batas-batas perikemanusiaan.
Invasi AS dan sekutunya
ke Irak, sama sekali tidak berlandaskan hukum internasional (ilegal) tidak
mematuhi seruan PBB, tidak mendengar unjuk rasa dan demonstrasi di berbagai
belahan bumi ini, yang menentang agresinya ke Irak. Sebagai pertanda bahwa
adikuasa telah merasa “hyper power” yang menerapkan hukum rimba dengan leluasa,
tidak lagi memperhatikan dan menghormati HAM dan menghancurkan negara berdaulat.
Pada sisi lain terjadi “ironi demokratisasi” sementara orang berpikir dan
berharap banyak tentang nuansa demokrasi yang serba sehat, bebas dan dijamin
hak asasinya, tetapi nyatanya tidak membuat masyarakat menjadi sejahtera dan
tenteram hidupnya.
Para pengamat politik
mengartikulasikan demokrasi, ada dua konotasi, pertama bahwa demokrasi sebagai
suatu sistem yang menjamin kebebasan lewat berbagai mekanisme politik, dan
kedua, demokrasi sebagai budaya politik yang berdasarkan pada kehidupan plural
(pluralisme) (Kompas, 01 April 2003). Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan
didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan.
Pada kalimat terakhir itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan
kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi
kepentingan kelompok/partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk
mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya
penguasaan bangsa. Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan
Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya
mendapat perhatian dan kesejahteraan.
2. Dampak Globalisasi
terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia.
Dari aspek ideologi,
Pancasila yang merupakan “way of life” bangsa Indonesia saat ini menghadapi
tantangan serius, bukan saja orang enggan bicara tentang Pancasila, tetapi
justru nilai-nilai yang terkandung didalamnya nyaris tidak lagi dihayati dan
diamalkan. Mungkin hal ini adalah akibat dan sikap traumatis dari pengalaman
masa lalu, atau dapat pula karena terlahir generasi baru yang telah menganggap
bahwa Pancasila sudah tidak bermakna lagi.
Distorsi pemahaman dan
implementasi yang terjadi saat ini, dapat kita amati fenomenanya antara lain :
• Terjadinya kemerosotan
(dekadensi) moral, watak, mental dan perilaku/ etika hidup bermasyarakat dan
berbangsa terutama pada generasi muda.
• Gaya hidup yang
Hedonistik, materialistik konsumtif dan cenderung melahirkan sifat ketamakan
atau keserakahan, serta mengarah pada sifat dan sikap individualistik.
• Timbulnya gejala
politik yang berorientasi kepada kekuatan, kekuasaan dan kekerasan, sehingga
hukum sulit ditegakkan.
• Persepsi yang dangkal,
wawasan yang sempit, beda pendapat yang berujung bermusuhan, anti terhadap
kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung anarkhis.
• Birokrasi pemerintahan
terlihat semakin arogan berlebihan, cenderung KKN dan sukar menempatkan diri
sebagai pelayan masyarakat. Pemberan-tasan korupsi yang berakar pada birokrasi
ini yang terasakan amat sulit karena telah membudaya.
Perkembangan sistem
politik di Indonesia menunjukkan tatanan yang makin amburadul, walaupun orang
berkilah karena dianggap masih masa transisi, sehingga apapun yang terjadi di
tengah masyarakat ini dianggap pula wajar. Tetapi sebenarnya sistem politik
kita cenderung mengarah kepada ketidak serasian dan perpecahan bangsa.
Pengertian kedaulatan di tangan rakyat makin disalah artikan, sehingga tumbuh
menjamurnya berbagai partai politik yang pernah tercatat hingga lebih dari 100
partai akan menyulitkan untuk melaksanakan Pemilu. Kepemimpinan nasional yang
kurang berwibawa dalam menghadapi masalah-masalah besar, ditambah pula kondisi
birokrasi pemerintahan yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme,
menjadikan keberadaan pemerintah menghadapi cercaan masyarakat. Dinilai tidak
mampu mengendalikan mekanisme kerja jajarannya dan mungkin pada gilirannya
nanti bisa menjadi “lumpuh”. Budaya politik yang melahirkan primordialisme
sempit dan khususnya bagi partai yang berkuasa hanya berorientasi pada
kekuasaan dan pemaksaan kehendak, maka mereka tidak pernah lagi memikirkan
nasib rakyat secara keseluruhan. Selama lima tahun berkuasa dapat diamati bahwa
kemakmuran dan kesejahteraan hanya ada pada partai yang berkuasa itu, sambil
terus mengupayakan agar bagaimana dapat memenangkan Pemilu berikutnya dan
merebut kekuasaan lagi.
Pada aspek ekonomi,
boleh disoroti bahwa selama “era reformasi” ini apakah pemerintah telah mampu
meletakkan dasar-dasar dan landasan pembangunan ekonomi yang kuat ? Dengan
masih dirasakan terjadinya fluktuasi moneter, tidak adanya tambahan investasi,
kecilnya minat asing untuk menanamkan modal di Indonesia dan belum bangkitnya
sektor riil, akan semakin mempersempit peluang kerja, meluasnya gejala PHK,
tidak tertampungnya angkatan kerja baru dan lengkap sudah kemiskinan,
pengangguran dan kebodohan menimpa rakyat kita.
Kecenderungan akselerasi
perekonomian global yang bebas menembus batas negara, melalui banjirnya produk,
jasa, dana dan informasi ke berbagai pelosok dunia, menjadikan Indonesia hanya
sebagai sasaran dan arena pemasaran. Sementara produk dalam negeri mengalami
kelesuan sulit menembus pasar di luar negeri. Produk-produk luar negeri dengan
kualitas yang baik dan harga yang relatif murah, terus masuk dengan dilandasi
komitmen “free trade”. Kondisi ekonomi yang melanda Indonesia saat ini juga
disebabkan oleh iklim politik, penegakan hukum, dan keamanan yang tidak
menunjang. Stabilitas nasional selalu terganggu, keamanan usaha tidak
terlindungi, akibatnya produktivitas anjlok.
Pada bagian lain,
terutama aspek sosial budaya dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama pada bidang komunikasi, transportasi dan informasi telah
merubah paradigma sosial begitu cepat, khususnya aspek budaya. Meluasnya masyarakat
majemuk yang sangat heterogen, baik dari segi suku, agama, adat istiadat,
kebiasaan dan perilakunya. Walaupun ada segi positifnya, namun tidak sedikit
akibat negatif yang ditimbulkan. Kecenderungan pelanggaran hak asasi manusia,
sulitnya orang mencari keadilan, kriminalitas yang berkadar tinggi, serta
kebringasan sosial yang seringkali sulit dikendalikan semua itu menunjukkan
bahwa kita belum mampu mengendalikan perobahan tersebut. Perobahan sosial
berikutnya bahwa pluralitas tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi dimasa
yang akan datang kemajemukan itu ditandai dengan adanya sinergi dari peran,
fungsi dan profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga kontribusi profesi
individu/kelompok itulah yang akan mendapat tempat dimanapun mereka berprestasi.
Pembangunan pendidikan
di semua strata/level belum menghasilkan lulusan yang optimal baik dari segi
penguasaan ilmu dan keterampilan maupun budi pekerti mereka. Polemik yang
berkembang sekarang adalah soal anggaran pembangunan pendidikan yang terlalu
kecil. Minimnya sarana, prasarana dan degradasi kualitas tenaga pengajar. Belum
lagi perobahan kurikulum dan tentang kesejahteraan guru atau dosen.
Di bidang keamanan,
masih sangat memprihatinkan. Sebagai “limbah” dari berbagai permasalahan hidup,
maka derajat kriminalitas sekarang ini sangat “menakutkan”, mengganggu
ketentraman dan kenyamanan hidup bermasyarakat. Kasus-kasus kriminal yang
berkembang saat ini justru sudah tidak lagi memperhatikan hak asasi manusia dan
naluri kemanusiaan. Kejahatan yang dilakukan oleh manusia sudah tidak seuai
dengan harkat kemanusiaan itu sendiri.
3. Esensi Nasionalisme
Indonesia yang harus Dipertahankan.
Sesungguhnya nilai-nilai
nasionalisme (faham tentang kebangsaan) itu bersumber dari sosio-kultural
bangsa dan bumi Indonesia. Sekalipun akan mengalami interaksi dengan dunia luar
dalam era globalisasi, tetapi hakekatnya tidak boleh berubah. Seperti halnya
nilai-nilai Pancasila sebagai esensi pertama, secara intrinsik tidak akan
berubah, apalagi hal itu memiliki nilai-nilai mendasar dan sebagai “way of
life” bangsa Indonesia, serta sebagai dasar Negara Republik Indonesia akan
tetap dapat dipertahankan. Sekalipun saat ini mengalami pasang surut dan
mungkin sedikit “memudar” sifatnya tentu sementara.
Esensi kedua adalah UUD’
45 sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, akan tetap menjadi
kaidah utama. Kita sadari dan di implementasi-kan bahwa untuk menata negara dan
masyarakat diperlukan berbagai undang-undang dan peraturan yang tentunya harus
bersumber pada Undang-Undang Dasar ini. Faham kebangsaan kita menyadari dengan
sepenuhnya, bahwa semua tata kehidupan bangsa, harus telah tertuang dan teratur
didalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar tersebut. Hal ini sekaligus merupakan
komitmen kita bersama dalam mendirikan Negara Republik Indonesia.
Esensi ketiga adalah
Rasa cinta tanah air dan rela berkorban. Sebagai bangsa yang merdeka karena
perjuangan melawan penjajah dan telah mengorbankan jiwa raga beribu-ribu
pahlawan bangsa, maka rasa kebangsaan kita harus dilandasi oleh tekad dan
semangat terus berupaya mencintai tanah air Indonesia dengan segala isi yang
terkandung didalamnya sepanjang masa. Karena hanya dengan rasa cinta tanah air,
bangsa ini akan tetap utuh dan akan rela berkorban pula bagi kejayaan bangsa dan
Negaranya. Sekalipun “hujan emas” di negeri orang tentu tidak seindah hidup di
negeri sendiri, walaupun serba menghadapi kesulitan dan kemiskinan.
Esensi keempat adalah
rasa persatuan dan kesatuan bangsa didalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hal ini yang sekarang terkoyak-koyak dan nyaris menghadapi
disintegrasi. Pengaruh globalisasi sangat besar, eforia-reformasi, telah
membuat bangsa Indonesia hampir-hampir kehilangan arah dan tujuan. Ide
sparatisme dan upaya-upaya memisahkan diri dari NKRI oleh beberapa daerah,
adalah contoh nyata yang perlu kita cegah. Kalau ide tersebut dibiarkan
berkembang maka Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami ancaman yang
serius. Sudah tentu hal tersebut mengingkari akar nilai-nilai persatuan dan
kesatuan, yang telah dirintis oleh para pendahulu Republik ini.
Esensi kelima tentang
wawasan kebangsaan yang bersumber dari wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
hendaknya terus dapat melekat pada hati dan dihayati sepenuhnya oleh warga
Negara Indonesia, sehingga tertanam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang
sarwa Nusantara, merangkul semua kepentingan dan mengarahkan pada cita-cita dan
tujuan pembangunan Nasional.
Yang terakhir adalah
disiplin nasional. Bangsa yang ingin maju dan mandiri harus memiliki disiplin
nasional yang tinggi. Nasionalisme berakar pula pada budaya disiplin bangsa
tersebut. Justru antara disiplin nasional dan nasionalisme, merupakan dua sisi
mata uang yang saling berpengaruh. Makna dan esensi disiplin nasional akan
terlihat pada disiplin para penyelenggara Negara, tertib dan lancarnya
pelayanan masyarakat, serta dalam berbagai kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar